
 1. seandainya perahu tua ini boleh bercerita...
 aku sungguh bangga
 berbakti pada tiga genarasi
 walau mungkin silih berganti
 pertama dah lama tiada
 kedua BOSAN - lari ke kuala
 kini
 aku bermanja dengan cucunya
 entahlah
 aku simpati juga
 setiap kali  BAH melanda
 musnah segala harta
 pastinya
 akan dinilai
 entah beberapa SEN per kepala
 gula - gula
 entahlah
 penomena?
 buaya - buaya rakus?
 atau
 perancang BERWIBAWA
 gendutkan perut
 di bilik berhawa
 malas kerja
 entahlah
 pemimpin yang RAJIN parut kelapa
 pemimpin yang RAJIN tebar roti canai atas kepala
 pemimpin yang RAJIN peluk orang tua
 MELENGKAU di mana?
 bangunlah
 wahai
 SIPENGLIPURLARA
 sipengundi setia ini
 bukan dambakan
 cerita dan aksi
 BASI...
 - misnun
   kuala selangor
2.  lagu laut jam sebelas pagi
mereka berkumpul di teluk itu
pantai melengkung bibir gadis
rapat ke tepi perahumu
pegang ujung pukatarik
ramai-ramai kecil besar bersuara:
tarik eeih, tarik weih
ombak berombak membantu memutih
mereka paling miskin, bangsaku
kolek-kolek sunyi dan motobot berbunyi
berlinggang atas permaidani air
orang tua dengan kain lusuh
dari pinggang hingga kepala
berbisik pada kawannya dengan curiga:
masuki kindungan,masukkan
udang baring bikin belacan
mereka paling tersepit, bangsaku
barisan pagi yang menarik-narik pukat
kecil besar tua muda
ada baju tiada baju
ada semuntal tiada semuntal
di celah lompatan ombak, bersuara:
howa tarik weih, tarik weih
tangkapan musim menangkap buih
kolek sunyi dan motobot menghampiri
kolek menyendiri motobot rapat ke tepi
pukat ke kolek ikan ke motobot
udang baring bercampur pasir
masukkan kindung bikin belacan
yang menarik pukat terus bersuara:
tari weih, tarik weih
pembawa pukat pulang
pembawa ikan pulang
sesama sepi
tangan angin memainkan dedaun kelapa
menjadi saksi
ikan tangkapan ke mana pergi
nelayan bapa mati dan anak ngganti
adalah begini
selamanya begini
pantai melengkung bibir gadis kutinggali
lagu laut pagi yang ganjil
menjadi ombak dadaku
berderau-derau di jantung
sayup,... dan sayup
tarik tarik
kedengaran mereka ketawa
aduh, mereka cedera
hadzrami a.r
dewan sasterab
 3. pondok di tepi lombong
 rimba malam
 yang menarik tanganku
 di tepi belukar malam
 angin-angin yang malas berlagu
 di lorong-lorong ini
 yang sunyi lengang
 seperti hutan mati
 aku pun lalu di gang ini
 setelah sebelah kakiku
 mula melangkah parit sebu
 di celah-celah tiang
 di bawah cucur atap
 rumah-rumah bangsaku
 yang dihina oleh mereka
 - rumah-rumah haram -
 yang didirikan di setiap malam
 oleh tangan-tangan layu
 dan diburu kecemasan setiap waktu
 di malam ini aku menjadi tamu
 sebuah rumah yang jadi pengungsi
 setelah buminya digugat jentera
 rangka-rangka besi yang menjilat-jilat isinya
 lalu mereka dipaksa oleh tangan-tangan
 tangan atas tangan
 yang menaburkan keping-keping kertas
 yang memaksa menyerahkan ladang dusunnya
 yang dikorik bungkar segala khazanahnya
 maka setiap malam di sini
 satu demi satu mereka dirikan
 bernama rumah yang paling ringkas sekali
 di sana sini mengelilingi kerabat-kerabatnya
 dengan anak isteri yang sedia menanti
 mentari pagi yang menyinar
 telah ada beberapa buah rumah lagi
 di atas pasir yang tidak berdarah
 yang telah hilang segala khazanah
 utusan zaman 10hb. 10. 1971
